Sabtu, 08 Desember 2012

Peraturan-Peraturan Pajak Penghasilan (Pph 29)




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 02/PMK.03/2010 TANGGAL 8 JANUARI 2010
TENTANG
BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kepastian hukum dan memberikan kesamaan perlakuan bagi Wajib Pajak, perlu penyesuaian terhadap pengaturan mengenai biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
b.         bahwa biaya promosi sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) angka 7 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

Pasal 2
Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah:
a.         biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
b.         biaya pameran produk;
c.         biaya pengenalan produk baru; dan/atau
d.         biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

Pasal 3
Tidak termasuk Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a.         pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b.         Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Pasal 4
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Pasal 5
Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 6
(1)        Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.
(2)        Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.
(3)        Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4)        Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
(5)        Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 tentang Biaya Promosi dan Penjualan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           8 Januari 2010

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Januari 2010

MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 6

                                                                                                                                               LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.03/2010 TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI

Nama Wajib Pajak         :
NPWP                          :
Alamat                          :
Tahun Pajak                  :

No.
Data Penerima
Pemotongan PPh
Nama
NPWP
Alamat
Tanggal
Bentuk dan Jenis Biaya
Jumlah (Rp)
Keterangan
Jumlah PPh
Nomor Bukti Potong













                                                                                                            ...............................,.................


                                                                                                                        Nama Wajib Pajak
_______________________________________________________________________________________

                                                                                                MENTERI KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya,                                                               ttd
Kepala Biro Umum                                                                    SRI MULYANI INDRAWATI
            u.b.
Kepala Bagian T.U. Departemen
            ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 80/PMK.03/2009 TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.

Pasal 1
(1)        Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
(2)        Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3)        Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya.
(4)        Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.         Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
            b.         pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
            c.         pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.

Pasal 2
(1)        Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya, setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
(2)        Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengakuan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           22 April 2009

MENTERI KEUANGAN
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 81/PMK.03/2009 TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan Sebagai Biaya;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA.

Pasal 1
1.         Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu:
            a.         cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang, yang meliputi:
                        1.         cadangan piutang tak tertagih untuk:
                                    a)         bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;
                                    b)         bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
                                    c)         bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan
                                    d)         bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2.         cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu cadangan khusus penyisihan pembiayaan untuk badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi:
            a)         Koperasi simpan pinjam; dan
            b)         PT Permodalan Nasional Madani (Persero);
3.         cadangan piutang tak tertagih untuk sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);
4.         cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;
5.         cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut;
            b.         cadangan untuk usaha asuransi, yang meliputi:
                        1.         cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
                        2.         cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa;
            c.         cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
            d.         cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya;
            e.         cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu; dan
            f.          cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri.

Pasal 2
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir a) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara;
            b.         5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
            c.         15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            d.         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            e.         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
(4)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 3
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir b) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
            b.         5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
            c.         15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            d.         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            e.         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
(4)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 4
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir c) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia;
            b.         10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            c.         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            d.         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
(4)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 5
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir d) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;
            b.         10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            c.         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            d.         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
(4)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 6
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 butir a) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
            b.         10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            c.         50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            d.         100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam.
(4)        Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 7
(1)        Besarnya cadangan khusus penyisihan pembiayaan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 butir b) ditetapkan sebagai berikut:
            a.         2,5% (dua setengah persen) dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
            b.         5% (lima persen) dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
            c.         50% (lima puluh persen) dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
            d.         100% (seratus persen) dari baki debet yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
(2)        Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi adalah:
            a.         100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
            b.         75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
(3)        Jumlah baki debet yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok baki debet yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
(4)        Kerugian yang berasal dari pembiayaan yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan khusus penyisihan pembiayaan.
(5)        Dalam hal jumlah cadangan khusus penyisihan pembiayaan seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6)        Dalam hal jumlah cadangan khusus penyisihan pembiayaan dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 8
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3 ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
(2)        Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(3)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 9
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 4 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
(2)        Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(3)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 10
(1)        Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 5 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
(2)        Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
(3)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4)        Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 11
Dalam hal Wajib Pajak secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang, besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan/atau Pasal 10 dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing usaha.

Pasal 12
(1)        Besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 1 adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.
(2)        Cadangan premi tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan.
(3)        Cadangan premi tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Pasal 13
(1)        Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 1 adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.
(2)        Cadangan klaim tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk pada akhir tahun pajak.
(3)        Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri.
(4)        Dalam hal jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(5)        Dalam hal jumlah klaim tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.

Pasal 14
(1)        Besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 2 ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
(2)        Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan.
(3)        Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.

Pasal 15
Besarnya cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c adalah 80% (delapan puluh persen) dari surplus yang diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.

Pasal 16
(1)        Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi.
(2)        Cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan energi dan sumber daya mineral.
(3)        Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dengan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Pasal 17
(1)        Besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali.
(2)        Cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(3)        Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah biaya penanaman kembali yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Pasal 18
(1)        Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf f adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah.
(2)        Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(3)        Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Pasal 19
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 80/KMK.04/1995 tentang Besarnya Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           22 April 2009

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




Tidak ada komentar:

Posting Komentar