PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 02/PMK.03/2010
TANGGAL 8 JANUARI 2010
TENTANG
BIAYA PROMOSI YANG
DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka untuk lebih
memberikan kepastian hukum dan memberikan kesamaan perlakuan bagi Wajib Pajak,
perlu penyesuaian terhadap pengaturan mengenai biaya promosi yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto;
b. bahwa biaya promosi sebagaimana dimaksud
pada huruf a adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib
Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk
baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan
penjualan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) angka 7 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan biaya Promosi adalah bagian dari
biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan
dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak
langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Pasal 2
Besarnya Biaya
Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah:
a. biaya periklanan di media elektronik,
media cetak, dan/atau media lainnya;
b. biaya pameran produk;
c. biaya pengenalan produk baru; dan/atau
d. biaya sponsorship yang berkaitan dengan
promosi produk.
Pasal 3
Tidak termasuk Biaya
Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. pemberian imbalan berupa uang dan/atau
fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah
dikenai pajak bersifat final.
Pasal 4
Dalam hal promosi
dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk
yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok
penjualan.
Pasal 5
Biaya Promosi yang
dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan
wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 6
(1) Wajib Pajak wajib membuat daftar
nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
yang dikeluarkan kepada pihak lain.
(2) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor
Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya,
nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.
(3) Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan
Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT
Tahunan PPh Badan.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pasal 7
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
104/PMK.03/2009 tentang Biaya Promosi dan Penjualan yang Dapat Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 8
Januari 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di
Jakarta
Pada tanggal 8
Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 6
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN NOMOR 02/PMK.03/2010 TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI
PENGHASILAN BRUTO
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR NOMINATIF BIAYA
PROMOSI
Nama Wajib Pajak :
NPWP :
Alamat :
Tahun Pajak :
No.
|
Data
Penerima
|
Pemotongan
PPh
|
|||||||
Nama
|
NPWP
|
Alamat
|
Tanggal
|
Bentuk
dan Jenis Biaya
|
Jumlah
(Rp)
|
Keterangan
|
Jumlah
PPh
|
Nomor
Bukti Potong
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
...............................,.................
Nama
Wajib Pajak
_______________________________________________________________________________________
MENTERI
KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan
aslinya, ttd
Kepala Biro Umum SRI
MULYANI INDRAWATI
u.b.
Kepala Bagian T.U.
Departemen
ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 80/PMK.03/2009
TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
SISA LEBIH YANG
DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG
PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau
Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan
Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA
NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.
Pasal 1
(1) Sisa lebih yang diperoleh badan atau
lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan
bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak
Penghasilan.
(2) Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak
Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri,
dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau
lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Pembelian atau pembangunan gedung dan
prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah
sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
b. pengadaan
sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
c. pembelian/pembangunan
asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana
olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
Pasal 2
(1) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk
pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut
diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak
berikutnya, setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut ditambah dengan
sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk
pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4),
sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan
ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 3
Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaksanaan pengakuan sisa lebih yang diterima atau diperoleh
badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek Pajak
Penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku
surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 22
April 2009
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 81/PMK.03/2009
TANGGAL 22 APRIL 2009
TENTANG
PEMBENTUKAN ATAU
PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh
Dikurangkan Sebagai Biaya;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN YANG BOLEH
DIKURANGKAN SEBAGAI BIAYA.
Pasal 1
1. Pembentukan atau pemupukan dana
cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu:
a. cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang, yang meliputi:
1. cadangan piutang tak tertagih untuk:
a) bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional;
b) bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah;
c) bank perkreditan rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional; dan
d) bank perkreditan rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2. cadangan khusus penyisihan pembiayaan
untuk badan usaha lain yang menyalurkan kredit, yaitu cadangan khusus
penyisihan pembiayaan untuk badan usaha selain bank umum dan bank perkreditan
rakyat yang menyalurkan kredit kepada masyarakat, yang meliputi:
a) Koperasi
simpan pinjam; dan
b) PT
Permodalan Nasional Madani (Persero);
3. cadangan piutang tak tertagih untuk
sewa guna usaha dengan hak opsi yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk
kegiatan pembiayaan dengan menyediakan barang modal untuk digunakan oleh
penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara
angsuran dengan hak opsi (Finance Lease);
4. cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan pembiayaan konsumen yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran;
5. cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan anjak piutang yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan
yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka
pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut;
b. cadangan
untuk usaha asuransi, yang meliputi:
1. cadangan premi tanggungan sendiri dan
klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian;
2. cadangan premi untuk perusahaan
asuransi jiwa;
c. cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu cadangan penjaminan untuk
lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya;
d. cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yaitu cadangan biaya untuk kegiatan
yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai
akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai
peruntukannya;
e. cadangan
biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, yaitu cadangan biaya penanaman
kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali atas hutan
yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu; dan
f. cadangan
biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha
pengolahan limbah industri, yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan
bagi perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri
dan penimbunan hasil pengolahan limbah industri.
Pasal 2
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir a) ditetapkan sebagai
berikut:
a. 1%
(satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak
termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara;
b. 5%
(lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
c. 15%
(lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
d. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
e. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 3
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir b) ditetapkan sebagai
berikut:
a. 1%
(satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak
termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan
Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
b. 5%
(lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
c. 15%
(lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
d. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan
setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
e. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 4
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir c)
ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Bank Indonesia;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 5
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1 butir d)
ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 6
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
koperasi simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 butir
a) ditetapkan sebagai berikut:
a. 0,5%
(setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
b. 10%
(sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi
dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan
nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah piutang yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok pinjaman yang diberikan oleh koperasi simpan pinjam.
(4) Kerugian yang berasal dari piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
(5) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 7
(1) Besarnya cadangan khusus penyisihan
pembiayaan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a angka 2 butir b) ditetapkan sebagai berikut:
a. 2,5%
(dua setengah persen) dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
b. 5%
(lima persen) dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
c. 50%
(lima puluh persen) dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
d. 100%
(seratus persen) dari baki debet yang digolongkan macet setelah dikurangi
dengan nilai agunan.
(2) Besarnya nilai agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling tinggi adalah:
a. 100%
(seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
b. 75%
(tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
(3) Jumlah baki debet yang digunakan sebagai
dasar untuk membentuk dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pokok baki debet yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
(4) Kerugian yang berasal dari pembiayaan
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan khusus
penyisihan pembiayaan.
(5) Dalam hal jumlah cadangan khusus
penyisihan pembiayaan seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup
kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(6) Dalam hal jumlah cadangan khusus
penyisihan pembiayaan dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai kerugian.
Pasal 8
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a angka 3 ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan
cadangan piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 9
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a
angka 4 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo
awal dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan
piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut
diperhitungkan sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 10
(1) Besarnya cadangan piutang tak tertagih
untuk perusahaan anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka
5 ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal
dan saldo akhir piutang.
(2) Kerugian sebenarnya yang disebabkan
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan
piutang tak tertagih.
(3) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai penghasilan.
(4) Dalam hal jumlah cadangan piutang tak
tertagih dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian.
Pasal 11
Dalam hal Wajib Pajak
secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi,
pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang, besarnya cadangan piutang tak
tertagih yang dapat dibiayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
dan/atau Pasal 10 dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing
usaha.
Pasal 12
(1) Besarnya cadangan premi tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b angka 1 adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi
tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
(2) Cadangan premi tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan premi yang sudah diterima atau
diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang
bersangkutan.
(3) Cadangan premi tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan pada tahun pajak
berikutnya.
Pasal 13
(1) Besarnya cadangan klaim tanggungan
sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b angka 1 adalah sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah klaim yang
sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan
sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan.
(2) Cadangan klaim tanggungan sendiri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk pada akhir tahun pajak.
(3) Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar
oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim
tanggungan sendiri.
(4) Dalam hal jumlah cadangan klaim
tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruhnya atau sebagian
tidak dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jumlah
kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
(5) Dalam hal jumlah klaim tanggungan
sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan
cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.
Pasal 14
(1) Besarnya cadangan premi untuk perusahaan
asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 2 ditentukan
sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
(2) Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding
dengan saldo awal tahun dari cadangan premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan.
(3) Apabila terjadi pembayaran klaim kepada
tertanggung jumlah tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.
Pasal 15
Besarnya cadangan
penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf c adalah 80% (delapan puluh persen) dari surplus yang diperoleh Lembaga
Penjamin Simpanan dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun yang
diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin
Simpanan.
Pasal 16
(1) Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk
perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf d adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya
reklamasi.
(2) Cadangan biaya reklamasi untuk
perusahaan yang melakukan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan
energi dan sumber daya mineral.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya
reklamasi dengan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih
tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 17
(1) Besarnya cadangan biaya penanaman
kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan
biaya penanaman kembali.
(2) Cadangan biaya penanaman kembali untuk
perusahaan yang melakukan usaha kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah
biaya penanaman kembali yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan
penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 18
(1) Besarnya cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf f adalah yang sebenarnya
dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah.
(2) Besarnya cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan tempat pembuangan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
(3) Apabila setelah berakhirnya masa kontrak
terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan
penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.
Pasal 19
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
80/KMK.04/1995 tentang Besarnya Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai
Biaya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 83/PMK.03/2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku
surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 22
April 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar