PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR 1/PJ/2009
TANGGAL 9 JANUARI 2009
TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 53/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN,
PENGECUALIAN PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
mendukung kelancaran pelaksanaan bebas Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berstatus
sebagai Warga Negara Asing (WNA) dan anggota keluarganya, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran
dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri;
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
53/PJ/2008 tentang Tata Cara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran dan
Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
53/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENGECUALIAN PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM
NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI.
Pasal I
Ketentuan Pasal 8
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Tata Cara
Pembayaran, Pengecualian Pembayaran Dan Pengelolaan Administrasi Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang akan Bertolak ke
Luar Negeri, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
Pengecualian dari
kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih,
diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak
yang bertugas di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri
sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari
sebelum hari keberangkatan.
b. untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) yang tidak memiliki NPWP sendiri, diberikan melalui
pengecekan validasi NPWP Wajib Pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya oleh
UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di bandar udara atau pelabuhan
laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar
sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan, dengan ketentuan bahwa
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang tidak memiliki
NPWP sendiri dari:
b.1. Wajib Pajak yang memberikan tanggungan
sepenuhnya yang berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) atau berstatus
sebagai Warga Negara Asing (WNA) dan memiliki Kartu Keluarga harus melampirkan:
b.1.1. fotokopi Kartu Keluarga; dan/atau
b.1.2. Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya Orang
Tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki
NPWP.
b.2. Wajib Pajak yang memberikan tanggungan
sepenuhnya berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA) yang:
b.2.1. tidak memiliki Kartu Keluarga harus
melampirkan fotokopi Surat Keterangan Susunan Keluarga Pendatang (SKSKP) atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SKSKP yang menunjukkan hubungan status
keluarga yang dikeluarkan oleh instansi berwenang;
b.2.2. namanya tidak tercantum dalam susunan Kartu
Keluarga atau memiliki Kartu Keluarga yang terpisah dengan anggota keluarganya
yang disebabkan perbedaan kewarganegaraan harus melampirkan fotokopi dokumen
lain yang menunjukkan hubungan status keluarga yang dikeluarkan oleh instansi
berwenang.
c. untuk angka 1 s.d. angka 7 huruf a
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan secara langsung oleh UPFLN
Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di bandara udara atau pelabuhan laut
keberangkatan ke luar negeri, termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun.
d. untuk angka 7 huruf b s.d. angka 13
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan melalui penerbitan SKBFLN oleh
UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di bandar udara atau pelabuhan laut
keberangkatan ke luar negeri atau KPP yang melakukan pengelolaan FLN atau
tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal II
Mengubah Lampiran II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 53/PJ/2008 tentang Tata Cara
Pembayaran, Pengecualian Pembayaran Dan Pengelolaan Administrasi Pajak
Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri yang akan Bertolak ke
Luar Negeri sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal III
Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 9
Januari 2009
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
DARMIN NASUTION
Lampiran
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak
Nomor : PER-1/PJ/2009
Tanggal : 9 Januari 2009
TATA CARA
PENGECUALIAN PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI BAGI WAJIB
PAJAK ORANG PRIBADI
YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI
A. Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang memiliki NPWP
1. Wajib
Pajak atau penumpang tujuan luar negeri menyerahkan fotokopi Kartu
NPWP/SKT/SKTS, fotokopi paspor, dan boarding pass ke petugas UPFLN.
Dalam hal Kartu NPWP atas nama/dimiliki oleh Kepala Keluarga, maka anggota
keluarga yang ke Luar Negeri dari:
1.1. Wajib Pajak yang memberikan tanggungan
sepenuhnya yang berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) atau berstatus
sebagai Warga Negara Asing (WNA) dan memiliki Kartu Keluarga harus melampirkan:
1.1.1. fotokopi Kartu Keluarga; dan/atau
1.1.2. Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya Orang
Tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki
NPWP (contoh surat pernyataan pada Lampiran IV.6).
1.2. Wajib Pajak yang memberikan tanggungan
sepenuhnya berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA) yang:
1.2.1. tidak memiliki Kartu Keluarga harus
melampirkan fotokopi Surat Keterangan Susunan Keluarga Pendatang (SKSKP) atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SKSKP yang menunjukkan hubungan status
keluarga yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
1.2.2. namanya tidak tercantum dalam susunan Kartu
Keluarga atau memiliki Kartu Keluarga yang terpisah dengan anggota keluarganya
yang disebabkan perbedaan kewarganegaraan harus melampirkan fotokopi dokumen
lain yang menunjukkan hubungan status keluarga yang dikeluarkan oleh instansi
berwenang.
2. Petugas
UPFLN menerima dan meneliti fotokopi Kartu NPWP/SKT/SKTS, fotokopi paspor, dan
boarding pass serta fotokopi Kartu Keluarga atau surat pernyataan atau
fotokopi SKSKP atau dokumen lain, kemudian menginput NPWP pada aplikasi yang
tersedia.
3. NPWP
dinyatakan valid apabila:
a. NPWP telah terdaftar sekurang-kurangnya
3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan.
b. Dalam hal NPWP telah terekam dalam
database Wajib Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak.
Nama Wajib
Pajak pada paspor sesuai dengan nama pada database Wajib Pajak pada Direktorat
Jenderal Pajak, dengan mengabaikan perbedaan tulisan/ejaan dengan ketentuan
apabila nama Wajib Pajak lebih dari 2 (dua) kata, minimum 2 (dua) kata harus
sesuai antara paspor dan database Wajib Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak.
c. Dalam hal NPWP belum terekam dalam
database Wajib Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak.
c.1. Aplikasi check digit NPWP
menunjukkan bahwa NPWP tersebut adalah benar.
c.2. Nama Wajib Pajak pada paspor sesuai
dengan nama pada fotokopi Kartu NPWP/SKT/SKTS, dengan mengabaikan perbedaan
tulisan/ejaan dengan ketentuan apabila nama Wajib Pajak lebih dari 2 (dua)
kata, minimum 2 (dua) kata harus sesuai antara paspor dan database Wajib Pajak
pada Direktorat Jenderal Pajak.
c.3. Menginput nama Wajib Pajak sesuai yang
tertera pada fotokopi NPWP/SKT/SKTS pada aplikasi.
4. Apabila
NPWP dinyatakan valid, maka petugas UPFLN menempelkan stiker Bebas Fiskal
(contoh pada Lampiran IV.5) pada bagian belakang boarding pass yang
ditujukan untuk penumpang.
5. Penumpang
menyerahkan boarding pass yang telah ditempel stiker Bebas Fiskal kepada
petugas konter pengecekan FLN untuk diteliti.
6. Penumpang
tujuan luar negeri tetap wajib membayar FLN apabila:
a. NPWP terdaftar kurang dari 3 (tiga)
hari sebelum hari keberangkatan;
b. Tidak dapat menyerahkan fotokopi Kartu
NPWP/SKT/SKTS; atau
c. Menyerahkan fotokopi kartu
NPWP/SKT/SKTS namun check digit menyatakan tidak valid; atau
d. Menyerahkan fotokopi kartu
NPWP/SKT/SKTS yang dimiliki oleh Kepala Keluarga tetapi tidak melampirkan
fotokopi Kartu Keluarga/SKSKP/dokumen lain yang menunjukkan hubungan status
keluarga yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, atau melampirkan
fotokopi kartu keluarga/SKSKP/dokumen lain yang menunjukkan hubungan status
keluarga yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang tetapi nama penumpang
tidak tercantum dalam susunan Kartu Keluarga/SKSKP/dokumen lain tersebut atau
tidak melampirkan surat pernyataan bagi orang tua yang tidak terdaftar dalam
Kartu Keluarga.
B. Bagi Wajib Pajak lainnya yang
dikecualikan.
B.1. Dibebaskan
secara langsung
Pengecualian dari
kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke
luar negeri yang diberikan secara langsung hanya terbatas pada angka 1 s.d.
angka 7 huruf a Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, termasuk Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu)
tahun dengan cara sebagai berikut:
1. Penumpang tujuan luar negeri
menyerahkan paspor dan boarding pass ke petugas konter pengecekan FLN.
2. Petugas konter pengecekan FLN menerima
dan meneliti paspor dan boarding pass, apabila pemohon memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam angka 1 s.d. angka 7 huruf a Pasal 7 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berusia kurang
dari 21 (dua puluh satu) tahun, maka petugas konter pengecekan FLN membebaskan
secara langsung orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri tersebut.
3. Pemohon yang tidak memenuhi syarat
untuk dibebaskan dari kewajiban membayar FLN, wajib membayar FLN.
B.2. Dibebaskan
melalui penerbitan SKBFLN
Pengecualian dari
kewajiban pembayaran FLN orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar
negeri yang diberikan melalui penerbitan SKBFLN hanya terbatas pada angka 7
huruf b s.d. angka 13 Pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan cara
sebagai berikut:
1. Pemohon mengisi Formulir Permohonan
SKBFLN yang telah disediakan dan data pendukungnya untuk diserahkan ke UPFLN
Direktorat Jenderal Pajak di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke
luar negeri atau KPP yang melaksanakan pengelolaan FLN (contoh Formulir
Permohonan SKBFLN pada Lampiran IV.3).
2. Petugas UPFLN menerima dan meneliti
surat permohonan pada angka 1 serta mencocokkan formulir tersebut dengan data
pendukung. Apabila pemohon memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka Petugas
menerbitkan SKBFLN serta menyerahkan lembar 1 dan 2 kepada pemohon dan lembar 3
sebagai arsip (contoh SKBFLN pada Lampiran IV.4).
3. Petugas konter pengecekan FLN
memberikan stempel tanggal saat digunakan pada SKBFLN saat penumpang akan
menuju gerbang imigrasi.
4. Pemohon yang tidak memenuhi syarat
untuk dibebaskan dari kewajiban membayar FLN, wajib membayar FLN.
5. Petugas UPFLN membuat laporan
penerbitan SKBFLN berdasarkan lembar 3 beserta surat permohonan dan data
pendukung sebagai arsip.
PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 80 TAHUN 2008
TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN
BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG BERTOLAK KE LUAR NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dengan adanya perubahan terhadap
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pengenaan
Pajak Penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang bertolak ke
luar negeri;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25
ayat (8) UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri yang Bertolak ke Luar Negeri;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG
BERTOLAK KE LUAR NEGERI.
Pasal 1
(1) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh
satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar Pajak Penghasilan.
(2) Termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah istri, anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak yang bersangkutan.
Pasal 2
Besarnya Pajak
Penghasilan yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah:
a. Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus
ribu rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan
menggunakan pesawat udara; dan
b. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk
setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan
laut.
Pasal 3
Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku terhadap:
a. warga negara Indonesia yang bertempat
tinggal tetap di luar negeri yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk
Negara tersebut;
b. jemaah haji yang penyelenggaraan
ibadahnya dilakukan oleh instansi yang berwenang;
c. tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
luar negeri dalam rangka Program Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dengan persetujuan
instansi yang berwenang;
d. orang pribadi yang melakukan perjalanan
lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui darat;
e. penyandang cacat atau orang sakit yang
akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu)
orang pendamping, dengan persetujuan instansi yang berwenang;
f. anggota misi kesenian, misi
kebudayaan, misi keolahragaan, atau misi keagamaan yang mewakili Pemerintah
Republik Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan instansi yang berwenang;
g. mahasiswa atau pelajar yang telah
berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar di luar negeri dalam rangka
program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan pemerintah
atau badan asing dengan persetujuan instansi yang berwenang;
h. mahasiswa dari negara asing yang berada
di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari perguruan tinggi
tempat mereka belajar dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia;
i. tenaga kerja asing yang bekerja di
Pulau Batam, Pulau Bintan, dan Pulau Karimun, sepanjang Pajak Penghasilannya
telah dipotong oleh pemberi kerja; atau
j. orang asing yang berada di Indonesia
dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang
melaksanakan:
1. penelitian
di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga
pemerintah terkait;
2. program
kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan/atau
3. tugas
sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi
instansi terkait.
Pasal 4
Kewajiban membayar
Pajak Penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak ke luar negeri tidak berlaku
terhadap:
a. orang asing yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
b. pejabat dari perwakilan organisasi
internasional yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya, dengan syarat
bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia; atau
c. pejabat perwakilan diplomatik dan
konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, termasuk anggota keluarganya dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat:
1. bukan
warga negara Indonesia;
2. tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
di Indonesia; dan
3. Negara
bersangkutan memberikan perlakuan sama sesuai asas perlakuan timbal balik.
Pasal 5
(1) Pajak Penghasilan yang dibayar Wajib
Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan angsuran
pembayaran Pajak Penghasilan.
(2) Angsuran pembayaran Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan
yang terutang pada akhir tahun yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pelaksanaan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang bertolak ke luar negeri diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 2000 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Orang Pribadi yang Akan Bertolak ke Luar
Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 41 TAHUN 2001
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 2000 tentang
Pembayaran Pajak Penghasilan bagi Orang Pribadi yang Akan Bertolak ke Luar
Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Pemerintah
ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tanggal 31 Desember
2010.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31
Desember 2008
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 31
Desember 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 210
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80 TAHUN 2008
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN
BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI
YANG BERTOLAK KE LUAR
NEGERI
I. UMUM
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan dalam Pasal 25 ayat (8) memerintahkan untuk mengatur lebih lanjut
mengenai Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang
bertolak ke luar negeri dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah ini merupakan
pengganti terhadap Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 2000 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Akan Bertolak Keluar Negeri sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 41 TAHUN 2001 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 2000 tentang Pembayaran Pajak
Penghasilan Orang Pribadi yang Akan Bertolak Keluar Negeri dan mengatur
mengenai Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar
negeri mempunyai kewajiban membayar Pajak Penghasilan. Pengaturan ini
dimaksudkan agar setiap orang pribadi dalam negeri mempunyai Nomor Pokok Wajib
Pajak dan melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan, sehingga dapat meningkatkan jumlah
Wajib Pajak (ekstensifikasi) secara berkesinambungan.
Pembayaran Pajak Penghasilan
sehubungan dengan keberangkatan ke luar negeri tersebut merupakan pembayaran
pendahuluan Pajak Penghasilan yang dapat diperhitungkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan
“tanggungan sepenuhnya” adalah yang berdasarkan dokumen pendukung dan hukum
yang berlaku.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Dokumen
resmi yang dapat dijadikan atau diberlakukan sebagai tanda pengenal resmi
sebagai penduduk luar negeri bagi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal
tetap di luar negeri adalah:
a. Green Card;
b. Identity Card;
c. Student Card;
d. pengesahan alamat di luar negeri pada
paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; atau
e. surat keterangan dari Kedutaan Besar
Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Huruf b
Yang
dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah kementerian yang bertanggung
jawab di bidang keagamaan.
Huruf
c
Yang dimaksud
dengan “instansi yang berwenang” adalah kementerian yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang
dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah kementerian yang
bertanggungjawab di bidang kesehatan.
Huruf f
Yang dimaksud dengan
“instansi yang berwenang” adalah kementerian yang bertanggung jawab di bidang
kesenian, kementerian yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan, kementerian
yang bertanggung jawab di bidang keolahragaan, atau kementerian yang
bertanggung jawab di bidang keagamaan.
Huruf g
Yang
dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah kementerian yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup
jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4952
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 208/PMK.03/2009
TANGGAL 10 DESEMBER 2009
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 255/PMK.03/2008 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA
ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR
SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN
USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH, WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB
PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN
BERKALA TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka lebih memberikan
kepastian hukum dalam pelaksanaan penghitungan besarnya angsuran Pajak
Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu perlu mengatur kembali batasan mengenai
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan yang
harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak
Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk
Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat
Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG
nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun
2009.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
255/PMK.03/2008 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM
TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK,
SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK
DAERAH, WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN
KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA TERMASUK WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU.
Pasal I
Mengubah ketentuan
Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan
yang harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan
Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk
Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat
Laporan Keuangan Berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu,
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
yang dimaksud dengan:
1. Wajib
Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak
berjalan.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai
pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal II
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 10
Desember 2009
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 10
Desember 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 478
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 255/PMK.03/2008
TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
PENGHITUNGAN BESARNYA
ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR
SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN
USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH, WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB
PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN KETENTUAN DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN
BERKALA TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
bahwa dalam rangka
melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun
Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan
Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang
Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN
PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA
GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI, BADAN USAHA MILIK NEGARA, BADAN USAHA MILIK DAERAH,
WAJIB PAJAK MASUK BURSA DAN WAJIB PAJAK LAINNYA YANG BERDASARKAN KETENTUAN
DIHARUSKAN MEMBUAT LAPORAN KEUANGAN BERKALA TERMASUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
PENGUSAHA TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak
orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha
atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
2. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha
tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di
bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai
tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili.
3. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah
Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
4. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 2
(1) Besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan
neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
(2) Penghasilan neto sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah:
a. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan pembukuannya;
b. dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
(3) Untuk Wajib Pajak Orang pribadi baru,
jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahunkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban
membuat laporan berkala, besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah
sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan,
dibagi 12 (dua belas).
Pasal 3
Besarnya angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan
hak opsi adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan
tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir
yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau
terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Pasal 4
(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib Pajak badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan
Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu,
dibagi 12 (dua belas).
(2) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disahkan, maka
besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan
pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak sebelumnya.
Pasal 5
Besarnya angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak
lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal
22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk
tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Pasal 6
(1) Besarnya angsuran Pajak Penghasilan
Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar
0,75 % (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
(2) Ketentuan pelaksanaan angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak.
Pasal 7
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
522/KMK.04/2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam
Tahun Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa
Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dan Wajib Pajak Lainnya Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
84/KMK.03/2002, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31
Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI