Kamis, 29 November 2012

Peraturan - Peraturan Pajak Penghasilan ( PPH 22 )




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 08/PMK.03/2008 TANGGAL 04 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA



MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka mendukung program nasional pengamanan pengadaan kebutuhan pangan dalam negeri berupa kedelai, gandum dan tepung terigu, perlu mengatur kembali besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3.         Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612 ) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
5.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.

Pasal I
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
a.         Nomor 392/KMK.03/2001;
b.         Nomor 236/KMK.03/2003;
c.         Nomor 154/PMK.03/2007,
diubah dengan menambah 1 (satu) huruf yakni huruf d, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1)        Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a.         Atas impor:
1.         yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
2.         yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
3.         yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
b.         Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3, dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
            c.         Atas penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5, 6 dan 7 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur jenderal Pajak.
            d.         Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor.
(2)        Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIV) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           4 Februari 2008

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010 TANGGAL 31 AGUSTUS 2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b.         bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4.         Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

 MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN.

Pasal 1
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a.         Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b.         bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c.         bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d.         Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e.         Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
f.          Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g.         Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Pasal 2
(1)        Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
            a.         Atas impor:
1.         yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor;
2.         yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3.         yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b.         Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
c.         Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
                        1.         Bahan Bakar Minyak sebesar:
a.         0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
b.         0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU;
2.         Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3.         Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d.         Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1.         penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
2.         penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3.         penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
4.         penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e.         Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2)        Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3)        Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak final.

Pasal 3
(1)        Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a.         Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
b.         Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1.         barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2.         barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
3.         barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4.         barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
                        5.         barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
                        6.         barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
                        7.         peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
                        8.         barang pindahan;
                        9.         barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10.        barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11.        persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12.        barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13.        vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
                        14.        buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
                        15.        kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16.        pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17.        kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18.        peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
19.        barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c.         Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d.         Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e.         Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, berkenaan dengan:
1.         Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2.         Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f.          Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g.         Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h.         Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2)        Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen).
(3)        Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4)        Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 4
(1)        Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2)        Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3)        Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4)        Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5)        Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6)        Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Pasal 5
(1)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
            a.         importir yang bersangkutan; atau
            b.         Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
            ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.

Pasal 6
(1)        Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2)        Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
            a.         lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
            b.         lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
            c.         lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

Pasal 7
Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.

Pasal 8
Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.

 Pasal 9
(1)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
(2)        Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
            a.         penyalur/agen bersifat final;
            b.         selain penyalur/agen bersifat tidak final.

Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           31 Agustus 2010

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2010

MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR




PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 210/PMK.03/2008 TANGGAL 11 DESEMBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA




MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka lebih memberikan keadilan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha distribusi rokok di dalam negeri, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penunjukan badan usaha yang bergerak dalam industri rokok sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan, serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893);
2.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
3.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.03/2008;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.

Pasal I
Ketentuan Pasal 1 angka 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1.         Nomor 392/KMK.03/2001;
2.         Nomor 236/KMK.03/2003;
3.         Nomor 154/PMK.03/2007;
4.         Nomor 08/PMK.03/2008,
diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
            1.         Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
            2.         Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3.         Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
4.         Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5.         Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
6.         Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7.         Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.

Pasal II
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           11 Desember 2008

MENTERI KEUANGAN
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI






PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.03/2008 TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAl PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH




MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.

Pasal 1
(1)        Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2)        Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.         pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b.         kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c.         rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d.         apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter persegi);
e.         kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.

Pasal 2
(1)        Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2)        Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
(3)        Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah.

Pasal 3
(1)        Pemungut Pajak wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan pemungutan.
(2)        Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menleri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3)        Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           31 Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI





PERATURAN DIRJEN PAJAK
NOMOR PER-23/PJ/2009 TANGGAL 12 MARET 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN, PERTANIAN, DAN PERIKANAN ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU EKSPOR MEREKA DARI PEDAGANG PENGUMPUL

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang       :
a.         bahwa untuk mengurangi dampak krisis ekonomi global yang berakibat turunnya harga komoditas hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, dipandang perlu meninjau kembali tarif pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul;
b.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-523/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan atas Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang Pengumpul;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2.         Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN, PERTANIAN, DAN PERIKANAN ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU EKSPOR MEREKA DARI PEDAGANG PENGUMPUL.

Pasal I
Ketentuan Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-523/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan atas Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang Pengumpul sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-25/PJ./2003 diubah sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal II
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di    :           Jakarta
pada tanggal     :           12 Maret 2009

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
            ttd
DARMIN NASUTION



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 427

Tidak ada komentar:

Posting Komentar