PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 08/PMK.03/2008
TANGGAL 04 FEBRUARI 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT
ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN
PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA
CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendukung program
nasional pengamanan pengadaan kebutuhan pangan dalam negeri berupa kedelai,
gandum dan tepung terigu, perlu mengatur kembali besarnya pungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612 ) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2007;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001
TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA
PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Pasal I
Ketentuan Pasal 2
ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata
Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
a. Nomor 392/KMK.03/2001;
b. Nomor 236/KMK.03/2003;
c. Nomor 154/PMK.03/2007,
diubah dengan
menambah 1 (satu) huruf yakni huruf d, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan API, sebesar
7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
b. Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3, dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen)
dari harga pembelian.
c. Atas
penjualan hasil produksi atau pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 butir 5, 6 dan 7 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Direktur jenderal Pajak.
d. Atas
impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API
sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 sebesar 0,5% (setengah persen) dari
nilai impor.
(2) Nilai impor adalah nilai berupa uang
yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight
(CIV) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
Pasal II
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 4
Februari 2008
MENTERI KEUANGAN,
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010
TANGGAL 31 AGUSTUS 2010
TENTANG
PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah untuk
memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf b Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan tertentu untuk
memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta dalam rangka melaksanakan
ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas
Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang
Lain;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4661);
4. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun
2010;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN
USAHA DI BIDANG LAIN.
Pasal 1
Pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai, atas impor barang;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk
pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS);
e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak,
gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
g. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal 2
(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas
impor:
1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, kecuali atas impor
kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai
impor;
2. yang tidak menggunakan Angka Pengenal
Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan/atau
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5%
(tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c, dan huruf d sebesar 1,5% (satu
setengah persen) dari harga pembelian.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas,
dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas
adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
a. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen)
dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada
SPBU Pertamina;
b. 0,3% (nol koma tiga persen) dari
penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU
bukan Pertamina dan Non SPBU;
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma
tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga
persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi di dalam
negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif:
1. penjualan kertas di dalam negeri
sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak
Pertambahan Nilai;
2. penjualan semua jenis semen di dalam
negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan
pajak Pajak Pertambahan Nilai;
3. penjualan semua jenis kendaraan
bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat
puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai;
4. penjualan baja di dalam negeri sebesar
0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul
sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah
dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat tidak
final.
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan atau penyerahan barang
yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak
Penghasilan;
b. Impor barang yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta
para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan
internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan
yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas
impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah untuk keperluan
ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun
binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra
dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi
jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana
pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan
militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan
program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
14. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan
buku-buku pelajaran agama;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal
angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
16. pesawat udara dan suku cadang serta alat
keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadang serta
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan
digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
18. peralatan yang digunakan untuk
penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
19. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan
Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
c. Impor sementara, jika pada waktu
impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi
barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang
sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan,
pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d,
berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar
minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
f. Pembayaran untuk pembelian gabah
dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
g. Emas batangan yang akan diproses untuk
menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
h. Pembayaran untuk pembelian barang
sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk
sebesar 0% (nol persen).
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf g dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf h dilakukan tanpa Surat
Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai
dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor
barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda
atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
b, huruf c dan huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan
industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada
saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas
pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat
pembelian.
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh:
a. importir
yang bersangkutan; atau
b. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai,
ke kas negara melalui Kantor Pos,
bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil
produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif,
wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak.
(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui
Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak.
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22
oleh importir, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, menggunakan formulir Surat
Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf e, huruf f, dan huruf g, wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar
kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar
kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar
ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
Pasal 7
Pemungut pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 8
Penyetoran Pajak
Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan pelaporan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran,
penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas impor barang, pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan huruf d, penjualan hasil produksi industri
semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif dan pembelian
bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor bersifat tidak final dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi
Wajib Pajak yang dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:
a. penyalur/agen
bersifat final;
b. selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
Pasal 10
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 11
Pada saat Peraturan
Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31
Agustus 2010
MENTERI KEUANGAN,
ttd
AGUS D.W.
MARTOWARDOJO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 31
Agustus 2010
MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 210/PMK.03/2008
TANGGAL 11 DESEMBER 2008
TENTANG
PERUBAHAN KELIMA ATAS
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA
PENYETORAN DAN PELAPORANNYA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka lebih memberikan
keadilan dalam pengenaan Pajak Penghasilan atas usaha distribusi rokok di dalam
negeri, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penunjukan badan usaha yang
bergerak dalam industri rokok sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001
tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya
Pungutan, serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UNDANG-UNDANG Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4893);
2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.03/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT
DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.
Pasal I
Ketentuan Pasal 1
angka 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan
Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata
Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan
Keputusan Menteri Keuangan dan/atau Peraturan Menteri Keuangan:
1. Nomor 392/KMK.03/2001;
2. Nomor 236/KMK.03/2003;
3. Nomor 154/PMK.03/2007;
4. Nomor 08/PMK.03/2008,
diubah sehingga Pasal
1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Pemungut Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
1. Bank
Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Direktorat
Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di
tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber
dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan
tersebut pada angka 4.
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan
Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi
Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT
Indosat, PT Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif,
yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak
dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pasal II
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 11
Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN
NOMOR 253/PMK.03/2008
TANGGAL 31 DESEMBER 2008
TENTANG
WAJIB PAJAK BADAN
TERTENTU SEBAGAl PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG
YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :
a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 22
ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu
sebagai pemungut Pajak Penghasilan dari pembeli atas penjualan barang yang
tergolong sangat mewah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Wajib Pajak
Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan
Barang yang Tergolong Sangat Mewah;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 28 TAHUN 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun
2005;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI
KEUANGAN TENTANG WAJIB PAJAK BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN
DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH.
Pasal 1
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008 adalah Wajib Pajak badan yang melakukan
penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Barang yang tergolong sangat mewah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. pesawat udara pribadi dengan harga jual
lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah);
b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah);
c. rumah beserta tanahnya dengan harga
jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi);
d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya
dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter
persegi);
e. kendaraan bermotor roda empat
pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility
vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga
jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc.
Pasal 2
(1) Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat melakukan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
(2) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan
PPnBM).
(3) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam
tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong
sangat mewah.
Pasal 3
(1) Pemungut Pajak wajib memberikan tanda
bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan
pemungutan.
(2) Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak
Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menleri
Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3) Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pasal 4
Peraturan Menteri
Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 31
Desember 2008
MENTERI KEUANGAN
ttd
SRI MULYANI INDRAWATI
PERATURAN DIRJEN
PAJAK
NOMOR PER-23/PJ/2009
TANGGAL 12 MARET 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA
CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH
INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN,
PERTANIAN, DAN PERIKANAN ATAS PEMBELIAN BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
ATAU EKSPOR MEREKA DARI PEDAGANG PENGUMPUL
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk mengurangi dampak krisis
ekonomi global yang berakibat turunnya harga komoditas hasil perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, dipandang perlu meninjau kembali tarif
pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor Kep-523/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran,
serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Industri dan Eksportir yang
Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan atas
Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri atau Ekspor Mereka dari Pedagang
Pengumpul;
Mengingat :
1. Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983
tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 36 TAHUN 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat
dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
210/PMK.03/2008;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL
PAJAK TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
KEP-523/PJ./2001 TENTANG TARIF DAN TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, SERTA
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 OLEH INDUSTRI DAN EKSPORTIR YANG BERGERAK
DALAM SEKTOR PERHUTANAN, PERKEBUNAN, PERTANIAN, DAN PERIKANAN ATAS PEMBELIAN
BAHAN-BAHAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI ATAU EKSPOR MEREKA DARI PEDAGANG
PENGUMPUL.
Pasal I
Ketentuan Pasal 2
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-523/PJ./2001 tentang Tarif dan Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh
Industri dan Eksportir yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian,
dan Perikanan atas Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri atau Ekspor
Mereka dari Pedagang Pengumpul sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-25/PJ./2003 diubah sehingga Pasal 2 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 2
Besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan oleh
pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) adalah sebesar 0,25% (nol
koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
Pasal II
Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 12
Maret 2009
DIREKTUR JENDERAL
PAJAK,
ttd
DARMIN NASUTION
BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 427
Tidak ada komentar:
Posting Komentar